Monster itu bernama GERD (part 2)

Part 1 ditulisnya 2018, part 2 2020, ketauan kaan betapa moodynya sayaa )

Lanjut soal si monster yang mulai menampakkan taringnya..

Singkat cerita setelah mengalami peristiwa yang bagi saya cukup traumatis itu, saya menemukan diri saya menjadi tidak se carefree dulu lagi, jadi mudah parno, feeling insecure. Kenapa bisa traumatis? Karena itu pertama kali dalam hidup saya merasakan tubuh saya menunjukkan gejala tidak normal, yang dalam pikiran saya sempat terbersit "saya mau mati". Iya, bener, itu yang ada di pikiran waktu itu. Efeknya, keseharian saya jadi seperti terbebani dengan pikiran "moga-moga hari ini nggak kumat", dimana saat itu saya sendiri tidak ngeh sebenernya sakit apa sih ini. Monster apa sih yang sedang bersembunyi di tubuhku, seolah mengintai, kapan saja dia bisa keluar menakutiku. Pokoknya sedikit aja merasa tidak enak di perut atau dada, paniklah saya, langsung meringkuk di kasur, berdoa supaya "badai" segera berlalu. 

Dan akhirnya, suatu malam, monster itu kembali datang, kali ini lebih hebat -entah yang hebat paniknya atau sakitnya-, dimana 2 hari saya mengalami demam terus menerus, makan hampir tidak bisa (selalu muntah), perut rasanya tak karuan, lemas, dan dada saya terasa penuh, hingga sulit bernafas. Akhirnya mama saya membawa saya untuk rawat inap di rumah sakit terdekat.

sewaktu opname, dijenguk sahabat tercinta
Dan sekali lagi, saya ditangani oleh dokter yang menangani saya dulu. Dokter ini minim informasi, tau-tau memberi resep obat gitu aja. Saya paling tidak suka dengan ketidakjelasan. Akhirnya di hari ke-2 (kalau tidak salah), ketika beliau melakukan injeksi obat melalui selang infus, saya menanyakan ini obat apa, buat apa, apa ada efek sampingnya. Dokter itu pun menjawab singkat "untuk lambung, biar adem perutnya ya", kemudian segera berlalu. Kesel nggak sih?

Hari ke-5 saya boleh pulang. Mungkin secara fisik saya sudah tidak sesak nafas, perut lebih ringam, badan lebih segar, tapi pikiran yang ruwet. Still, not knowing what happened with me. Setelah di rumah, sambil menenangkan diri saya mulai merangkum fakta-fakta yang selama ini terlewatkan, atau setidaknya terabaikan karena saya fokus dengan ketakutan yang tak berujung. Minimnya informasi  dari sang dokter tentang gerangan apa penyakit ini membuat saya terombang-ambing. Salah satu fakta adalah obat yang saya terima adalah obat untuk lambung. Jadi, ada apa dengan lambung saya? Kalau cuma maag, nggak gini juga kali sensasinya. Saya menderita maag kronis sejak SMA, kalau lagi kumat ya biasa saja, yang sakit hanya perut, tidak sampai dada. Sedangkan ini sensasinya luar biasa : dada terasa penuh sampai terasa sulit untuk bernafas, badan gemetar / lemas, kepala pusing, perut kadang sakit kadang tidak. 

Setelah setiap malam berkawan akrab dengan mbah google, melahap habis artikel-artikel tentang penyakit lambung, mulai dari yang ilmiah sampai artikel yang parah banget spinningnya. Dan akhirnya, ketemulah nama monster ini, yaitu GERD (gastroesophageal reflux disease). Di dunia maya tersebut saya menemukan cukup banyak kisah serupa, dimana kebanyakan dari penderita GERD akhirnya mengalami stress dan gangguan kecemasan, padahal dahulunya mereka orang yang woles, sakit apa saja tidak terlalu dipikir, persis dengan saya.

GERD
Pada intinya, GERD adalah gangguan di mana isi lambung, yaitu asam dan enzim mengalir kembali (refluks) secara berulang ke dalam kerongkongan (esofagus), sehingga menyebabkan iritasi dari kerongkongan dan dapat menimbulkan gejala-gejala yang mengganggu. Nah, gejala-gejala inilah yang membuat penderitanya bisa stress. Yang paling sering dikeluhkan adalah heartburn (rasa panas di dada) karena rasanya seperti sakit jantung, nafas menjadi sesak, pusing, badan lemas, jika parah maka sensasi tidak nyaman itu bisa menjalar hingga ke punggung.

Setelah lebih jauh mempelajari tentang penyakit ini, makin paham saya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Jadi, dada bisa terasa penuh dan panas adalah akibat dari asam lambung yang naik ke rongga dada akibat katup kerongkongan bagian bawah (sfingter) yang membuka. Normalnya, katup tersebut baru membuka ketika ada makanan dari mulut menuju lambung dan akan menutup ketika makanan sudah masuk ke lambung demi mencegah asam di lambung tidak naik. Dalam kasus GERD, si katup malah melemah dan membuka, padahal sedang tidak ada makanan di mulut, sehingga asamnya naik deh. Parahnya, jika ini sering terjadi, bisa-bisa lapisan kerongkongan akan mengalami iritasi hingga peradangan.

Jujur saya sempat stress berat mengetahui kondisi saya seperti ini, yang malah memperparah keadaan. Makin sering stress, makin sering pula GERD menyerang. Alhamdulillah, perlahan saya mulai bisa mengendalikan kecemasan saya. Saya putuskan untuk berkawan dengan monster ini. Setiap gejala itu datang, saya mulai segera bernafas panjang, beristirahat dari aktifitas apapun, bersendawa terus sebisanya agar asam nya tidak tertahan terus di dada, lalu minum air madu atau air hangat. Jika sudah tidak terlalu sakit di dada, saya segera memasukkan makanan ke mulut sedikit demi sedikit, tujuannya agar si asam bisa kembali ke lambung, fokus mencerna makanan tadi. Untuk solusi terakhir ini sepertinya tidak disarankan oleh para dokter, but it works for me.

Tahun demi tahun berganti, perlahan monster itu mulai bersahabat dengan saya. Saya mengubah kecemasan menjadi kewaspadaan. Saya mulai mengidentifikasi makanan apa saja yang berpotensi melemahkan katup kerongkongan saya, sehingga bisa saya hindari, atau saya kurangi porsinya. Juga setelah makan saya selalu tidak segera berbaring, saya usahakan duduk dulu beberapa saat. Tapi jika sudah terlalu mengantuk dan ingin segera bertemu bantal, maka 2 atau 3 bantal saya tumpuk, baru saya berbaring. Hingga saat ini penyakit ini masih menghampiri saya, tapi sudah sangat jarang sekali dibanding awal berkenalan dengannya. Pun jika GERD menyerang, alhamdulillah tidak butuh waktu lama untuk bisa segera pulih dan kembali beraktifitas.

Oh iya, jika kalian juga menderita GERD, saya sarankan : sering-seringlah berpuasa, niscaya monster ini tidak akan betah terus-terusan mengganggu kita, insyaAllah.

Comments

Popular posts from this blog

Rindu Pantai

NADIA