Persahabatan
oleh : Lee Ara (@itsleeara)
Sebut saja namanya Vina. Sebelum memasuki masa remaja, baginya surga dunia itu hanyalah di rumahnya, berkumpul bersama kedua orang tuanya dan kakak perempuannya. Dia tidak bisa menikmati indahnya sekolah karena harus berhadapan dengan segelintir temannya yang hobby nya merundung dirinya. Walau hanya segelintir, tapi itu cukup membuat hari-harinya kelabu.
Akan tetapi, bukan itu yang membuat ia merasa merana. Perundungan bisa saja menjadi tidak berarti jika si korban mampu berkata tidak, apalagi jika ia bisa melakukan tindakan balasan yang membuat jera si pelaku. Sayangnya, Vina kecil adalah gadis yang memiliki kepercayaan diri yang rendah. Menendang kaki cowok yang suka menginjak kakinya, berkata tidak ketika dipaksa untuk mengerjakan tugas rumah temannya, atau mengadukan perbuatan temannya yang suka merebut barang miliknya kepada guru, itu semua hanya bisa terwujud dalam impiannya.
Syukurlah, pengalaman pahit itu terhenti ketika Vina mulai menginjak tahun ke empat di sekolah dasar. Para perundung itu sepertinya sudah lelah berurusan dengan si mungil ini yang ternyata tetap kuat bertahan, bahkan prestasinya di sekolah cukup memuaskan.
Setelah melewati tiga tahun
terakhirnya di sekolah dasar dengan tidak terlalu bersemangat, ia menyambut
datangnya dunia baru, yaitu dunia sekolah menengah pertama yang menjanjikan
harapan baru untuknya. Vina, yang sudah bertambah sedikit tinggi namun tetap saja
berukuran mungil, lambat laun merasakan kepercayaan dirinya bertumbuh. Sekolah
baru, seragam baru, semangat belajar baru dan teman-teman baru. Oh, untuk yang
terakhir itu, tentu saja tidak semuanya baru.
Vina adalah sosok pemalu dan pendiam.
Salah satu hal yang sangat ia idamkam adalah dikelilingi oleh sekelompok
sahabat yang dapat menerima dirinya apa adanya. Dan beruntungnya, ia langsung
menemukan teman-teman baiknya sejak tahun pertama di SMP. Sebut saja mereka
Dini, Rani dan Vivi.
Menurut para ahli psikologi, fase yang
dialami Vina dan teman-temannya ini adalah fase remaja awal, dengan rentang
usia 12 – 15 tahun. Banyak yang mengakui bahwa masa remaja adalah masa yang
paling indah karena ini adalah sebuah masa peralihan dari dunia kanak-kanak
menuju dunia dewasa. Sudah bukan anak kecil lagi, namun belum bisa dikatakan
dewasa.
Seperti kebanyakan gadis seusianya, Vina merasakan perubahan fisik dan psikis yang menurutnya begitu mendebarkan.
Ia tidak merasa cantik sejak kecil, namun kini ia merasa wajahnya tidak terlalu
jelek-jelek amat. Tubuh kurusnya juga tidak lagi ia pusingkan. Sekalipun
teman-teman laki-lakinya mengolok-oloknya, ia sudah mulai terbiasa
mengacuhkannya dan menganggap mereka hanya bercanda.
Vina menemukan bahwa keberadaan
sahabat-sahabatnya begitu melengkapi dirinya. Vina yang introvert sangat nyaman
bersama mereka yang extrovert. Lambat laun, kepercayaan dirinya mulai
bertumbuh. Bersama mereka, ia mulai menemukan aktifitas-aktiitas yang
menyenangkan, seperti mengikuti ektra kurikuler basket, mengikuti kajian islam
di sekolah setiap hari Minggu, bermain badminton di rumah Rani, atau sekedar
cuci mata bersama di mall dekat sekolah.
Salah satu pelajaran yang paling
disukai mereka adalah pelajaran Kesenian. Bukan saja guru pengampunya yang
menyenangkan dan baik hati, namun karena mereka semua menyukai seni musik dan
seni tari. Setiap ada tugas untuk menampilkan karya seni
musik, kelompok mereka sangat menggantungkan nasib mereka kepada Dini yang
sudak akrab dengan dunia musik sejak ia masih kanak-kanak.
Aksi nekat yang pernah mereka lalui
bersama adalah mengikuti perlombaan musik yang diadakan oleh sekolah. Mereka
segera membagi tugas : Dini sebagai keyboardist, sedangkan Rani, Rara,
dan Vivi sebagai vokalis. Dengan membawakan lagu milik salah satu grup musik terkenal
pada era ‘90an, mereka berhasil mendapatkan peringkat kedua. Walau ini sempat
diwarnai dengan konflik panjang dengan pihak panitia setelah Vina mengetahui
bahwa sebenarnya kelompok mereka lah yang berhak mendapat peringkat pertama,
namun tetap saja itu tidak mengurangi kebahagiaan mereka.
Nah, untuk perkara tugas-tugas membuat tarian modern, mereka menunjuk Vivi sebagai koreografernya. Sesi berlatih
bersama di rumah Vivi adalah momen yang sangat menyenangkan bagi Vina.
Kalau untuk urusan pelajaran matematika,
dimana itu adalah pelajaran tersulit saat itu, mereka menggantungkan nasib
mereka kepada Vina. Hmm..memang saat itu mereka sempat beberapa kali melakukan
perbuatan tidak terpuji ketika ujian (baca : mencontek dan memberikan contekan).
Untuk yang satu ini jangan ditiru ya!
Tentu saja, persahabatan mereka tidak
semulus kulit para selebgram. Masing-masing mereka memiliki kekurangan, dan
itulah yang menyebabkan konflik-konfilk kecil sering terjadi. Dan, Vina lah
yang selalu menjadi pihak penengah, berdiri di antara dua kubu yang sedang
bersitegang. Oya, soal kisah-kisah asmara, tidak perlu kuceritakan ya. Pastinya
hal tersebut juga menyumbang terjadinya konflik diantara mereka.
Begitulah, surga dunianya Vina pun
beralih. Tidak lagi melulu di rumahnya saja, namun ia juga menemukannya di
sekolah dan rumah sahabat-sahabatnya. Ia tidak lagi takut menghadapi dunia.
Selain karena ia mulai mampu berdamai dengan segala kekurangan dan mengasah
potensi kelebihan yang ada pada dirinya, ia telah menemukan zona nyamannya,
yaitu para sahabatnya.
Sahabat adalah harta yang paling berharga, selain keluarga.
x
Comments
Post a Comment