Tentukan Prioritasmu!

Maukah kalian menemaniku sejenak, menyusuri lorong waktu, kembali ke 12 tahun yang lalu ketika aku masih berumur 25 tahun. Usia yang masih sangat muda (dibanding usiaku saat ini, tentu saja). Waktu itu aku menginginkan hal-hal umum yang diinginkan oleh kebanyakan wanita : menikah, memiliki pekerjaan yang mapan, atau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Akan tetapi, ketika kamu hanya mempunyai satu gelas, dan di depanmu tersedia teh, kopi dan es jeruk, bisakah kau memilih salah satu tanpa merasa sedih tidak bisa mencicipi dua lainnya? Atau kamu tetap bersikeras mencampurkan dua jenis atau tiga-tiganya sekaligus tanpa menghiraukan protesnya lidahmu?

Saat itu, aku tidak memahami diriku sendiri. Apa yang benar-benar aku butuhkan, bukan semata yang aku inginkan. Untuk seorang overthinker sepertiku, itu sangat menyiksa. Kepalaku penuh dengan suara-suara. Yang satu berbisik, ‘Cepetan nikah, kamu sudah ngebet kan?nggak capek apa ditanyai banyak orang??’. Satunya lagi berteriak, ‘Mumpung masih muda, sekolah lagi aja!”. Satu lagi suara yang tak kalah kerasnya berkata, “Cari kerjaan yang lebih baik aja, kamu mau selamanya kerja di konsultan kecil seperti ini?’. Jika kalian pernah melihat film animasi Inside Out pasti kalian bisa membayangkan keriuhan itu.

Kucoba menyusun beberapa skenario yang akan memuaskan suara-suara itu. Skenario pertama, aku akan segera menikah. Menurut idealismeku saat itu, 25 tahun adalah usia yang matang sekali untuk menikah. Hormon masih seger-segernya, ya kan? Selain itu, aku ingin jarak usiaku dengan anakku tidak terpaut jauh. Entah nanti apakah aku siap mengarungi biduk rumah tangga, aku tidak terlalu memusingkannya.

Skenario kedua, aku akan melanjutkan S2 di kota yang sama dengan kota tempatku bekerja, jadi aku bisa tetap berpenghasilan sembari menuntaskan pendidikan. Apakah aku nanti bisa melakukan dua hal itu sekaligus, urusan belakangan.

Skenario ketiga, aku akan berburu pekerjaan yang lebih mapan dari yang kujalani sekarang, yaitu PNS. Tumbuh di keluarga besar yang berlatar belakang PNS membuatku memiliki mind set bahwa PNS adalah pekerjaan terbaik, dengan mengabaikan hati nuraniku yang menginginkan untuk dapat berwiraswasta, menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dan memiliki kebebasan waktu tanpa terikat dengan aturan-aturan yang dibuat oleh orang lain. Dan lagi, aku ingin membahagiakan ibuku yang menginginkanku menjadi PNS.

Bisakah kau bayangkan, betapa penatnya memiliki tiga skenario sekaligus dalam kepalamu yang bahkan itu hanyalah rencana garis besar, sama sekali tidak ada detail yang teruraikan? Apalagi skenario yang pertama begitu abstrak. Menikah dengan siapa? Calon saja belum ada. Apakah aku harus menerima siapapun yang ada di depan mata walau hatiku tidak terima? Tentu tidak!.

Seringkali ketika aku sedang bersiap melancarkan skenario yang satu, skenario yang lain berteriak-teriak di dalam kepalaku, menyodorkan segudang to-do list dan memintaku untuk mendahulukannya. Semangat meluap-luap terkadang bisa padam seketika, berganti dengan kecemasan.

“Kamu boleh punya banyak keinginan, nduk. Tapi kamu harus punya prioritas. Kalau nggak punya, ruwet semuanya, capek sendiri kamu”, nasehat ibuku di suatu sore ketika aku sedang pulang ke kampung halaman. Deg. Saat itulah aku baru benar-benar tersadar.

Prioritas. Kenapa aku baru memahaminya sekarang? Terlambatkah aku? Bisa dibilang iya, karena lima tahun lagi aku sudah akan kepala tiga. Lima tahun bukanlah waktu yang lama. Namun selalu ada pepatah andalan yang selalu berhasil menghibur kaum procrastinator sepertiku, yaitu ‘lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali’.

Jadi, akupun mulai merevisi skenario, berdamai dengan realita. Urusan jodoh memang sudah digariskan oleh Allah. Yang aku lakukan hanyalah berikhtiar, memantaskan diri dengan siapapun jodohku nanti. Aku mulai menikmati proses pencarian ini, menambah pertemanan dengan siapapun. Tidak ada lagi target segera.

Aku mulai memutuskan untuk mengambil skenario kedua sebagai langkah awal, namun ternyata ada beberapa hal yang memaksaku untuk mundur. Sempat berdiskusi panjang dengan Ibu, yang akhirnya beliau memantapkan hatiku untuk menunda dulu.

Dan, skenario ketiga kujalani dengan antusias. Hampir setiap hari aku berselancar di dunia maya, memburu informasi lowongan CPNS dari instansi manapun. Ternyata ketika kita sudah fokus dengan satu hal, maka kemudahan akan datang silih berganti. Banyak teman yang menemaniku dengan petualangan ini. Atasanku di kantor juga membebaskanku untuk melakukan tes-tes atau wawancara kerja dengan pihak manapun. Seringkali aku harus menempuh tes di luar kota, dan selalu ada saja teman atau saudara yang menawarkan rumahnya untuk dapat kutinggali sementara.

Begitulah, usia 25 kuhabiskan untuk menentukan prioritas, setelah sebelumnya aku berkubang dalam angan-angan tanpa goal yang pasti. Apakah kalian ingin mengetahui, skenario mana yang akhirnya tercapai lebih dulu?

Selama setahun berikutnya, aku masih berkutat dengan pekerjaan lamaku di dunia arsitektur yang makin lama makin menantang. Namun aku tetap melanjutkan petualanganku melamar pekerjaan sebagai PNS.

Hingga suatu hari, seorang teman baik mengenalkanku dengan seseorang. Ini bukan hal baru. Banyak temanku yang telah mengenalkanku dengan teman-teman mereka. Namun kali ini berbeda. Sejak awal berkenalan dengannya hatiku berdebar tak keruan. Belum selesai aku beradaptasi dengan debaran aneh itu, lelaki yang sekarang menjadi suamiku itu, memintaku untuk menjadi istrinya. Tidak butuh waktu lama untukku memikirkan jawabannya.

Dan itulah titik balik hidupku. Akhirnya kutemukan jalan keluar yang tidak kusangka-sangka. Dengan senang hati, aku melepas ambisiku menjadi seorang pegawai PNS. Tentu saja aku selalu berharap bahwa aku bisa membahagiakan ibuku dalam hal lain. Aku pun menikah di usia 27 tahun. Tiga bulan setelahnya aku membuka CV yang bergerak di bidang konsultan arsitektur, dengan dukungan penuh dari suamiku. Skenario kedua pun akhirnya terwujud di usia 31 tahun, yang kulalui dengan membesarkan buah hati kami tercinta. Semua memang di luar rencana, tapi indahnya nyata.

Ketika rencana kita gagal satu demi persatu, jangan pernah lupa bahwa Allah sedang menyiapkan rencana terbaik untuk kita.


#tulisan ini telah dimuat di antologi berjudul "25 Years Old" bersama dengan puluhan karya para penulis hebat #nulisyukbatch75, yang diterbitkan oleh Motivaksi Inspira

 

 

Comments

Popular posts from this blog

Rindu Pantai

NADIA